Penulis: Sugimin
SRAGEN | inspirasiline.com
AKSI pengadilan warga terhadap seorang bandar judi capjikia bernama Muji Kepareng (51) asal Dukuh Tegalmulyo, RT 15, Desa Tegalombo, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen oleh warga dua desa, Sabtu (2/1/2020) terpaksa digelar lantaran keresahan warga sudah memuncak.
Harapan terhadap aparat untuk menindak oknum bandar judi itu lewat beberapa kali laporan juga tak mendapat tanggapan.
Keresahan warga tak lain, karena operasional judi capjikia yang digawangi Muji sudah berlangsung hampir setahun. Berbagai upaya menyadarkan lewat peringatan, imbauan, dan teguran dari warga, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tak pernah dihiraukan.
Hasil penelusuran inspirasiline.com, kemarahan warga yang sampai nekat mengadili dan mengancam akan membongkar rumah Muji, rupanya bukan tanpa alasan. Sebab, sejak kehadiran rumah judi capjikia itu, banyak warga lupa daratan dan kepincut untuk memasang capjikia.
“Kalau yang masang itu, dulu saya tanya cuma untuk hiburan, Pak. Masangnya cuma Rp 5.000 sampai Rp 10.000. Tapi makin lama banyak yang makin kedanan (tergila-gila). Karena sebagian masangnya, katanya terus naik sampai Rp 50.000 sekali pasang. Kalau di desa kami, Karangjati hanya sedikit, yang banyak Desa Tegalombo,” kata Kepala Desa (Kades) Karangjati Subeno kepada inspirasiline.com melalui ponselnya, Selasa (5/1/2021).
Subeno menguraikan, dari keterangan warga, di Tegalombo memang resah karena efek buruk capjikia itu sudah merambah keluarga. Tak sedikit warga yang cekcok gara-gara suami jadi malas bekerja, karena mementingkan judi capjikia.
Bahkan tak sedikit pula istri yang ribut, karena suaminya sudah nekat mau menjual barang-barang demi bisa membeli capjikia.
“Ada yang sampai jualan barang, rumah, dan sebagainya. Lha masangnya sudah di atas Rp 50.000 tiap hari. Padahal sehari 7 kali bukaan. Apa ya nggak hancur keluarganya,” ujarnya.
Tak Fokus Kerja
Dihubungi terpisah, Kades Tegalombo Sudarno mengatakan, keberadaan judi capjikia itu memang membuat resah warganya. Sebab, banyak warga yang kepincut dan hilang konsentrasi kerja gara-gara hanya mengantungkan harapan pada judi capjikia.
“Banyak yang resah, karena bapak-bapak harusnya kerja, tidak kerja, karena konsentrasinya terganggu. Otomatis mengganggu aktivitas, akhirnya kerja jadi nggak fokus,” ungkap Sudarno.
Menurutnya, sejak adanya judi capjikia, pekerjaan warga jadi kacau. Yang bekerja di mebel, biasanya dapat lebih dari 4 unit, gara-gara terbagi fokus ke judi, akhirnya hanya dapat dua sampai tiga unit saja setiap hari.
“Ya kayaknya terganggu itu (judi). Makanya pas pertemuan, Muji sudah diperingatkan dan membuat pernyataan, kalau masih bikin perjudian seperti itu dan bikin resah warga lagi, maka akan diambil tindakan tegas. Apabila nekat, maka akan diproses hukum,” bebernya.
“Warga sudah nggak kurang-kurang mengingatkan, tapi nggak pernah dihiraukan. Malah operasinya makin menjadi. Buka 7 kali selama 24 jam. Lapor polisi juga nggak ada tanggapan. Ya sudah, satu-satunya jalan, ya diadili warga dan disuruh buat pernyataan. Kalau nggak mau berhenti, warga yang akan bertindak,” ujar Yanto, salah satu warga Tegaldowo.
Salah satu tokoh sekaligus pemilik kapling yang ditempati Muji, Sumarno (40) mengatakan, dirinya terpaksa turun tangan lantaran banyak mendapat laporan warga dua desa yang resah dengan aktivitas penjualan kupon capjikia di rumah Muji.
Padahal, kaplingan yang ditempati Muji adalah kaplingan syariah dan masih belum lunas kreditnya, namun diam-diam nekat dibangun rumah. Dia juga kesal, karena kelonggaran yang diberikan justru disalahgunakan.
“Dia (Muji) tanda tangan akad kredit saja belum, tanpa izin tahu-tahu nekat bangun rumah. Sebenarnya saya tolong, nggak tahunya malah dipakai buat jualan capjikia. Laporan warga sudah hampir setahun dia jualan capjikia. Sebelumnya juga jualan miras, lalu judi dingdong. Warga sudah berulangkali mengingatkan, tapi bukannya mereda malah menjadi. Saya juga sudah lapor berkali-kali ke polisi dan Polres, tapi nggak direspons dan mental. Akhirnya warga kumpul dan saya jemput dia, saya hadapkan di pertemuan,” tutur Sumarno seusai pertemuan, Sabtu (2/1/2021) lalu.
Lebih jauh Sumarno menjelaskan, aksi pengadilan warga terpaksa ditempuh lantaran warga dan tokoh desa sudah kesal berulangkali lapor polisi tapi tak kunjung ditindaklanjuti.
Pertemuan itu digelar di rumah Kades Tegalombo atas desakan warga yang sudah tidak tahan atas maraknya judi capjikia di rumah Muji.
Dua Desa
Dalam pertemuan beberapa waktu lalu, ada sekitar 20-an tokoh dari dua desa, lalu dipimpin Kades Tegalombo Sudarno, dan dihadiri pula Kades Karangjati Subeno.
Sumarno menuturkan, saat di hadapan pertemuan, Muji dicecar banyak pertamyaan terkait keresahan warga. Karena terdesak, dia (Muji) diminta membuat pernyataan bermaterai untuk tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Jika nekat, maka warga akan bertindak tegas dan rumahnya akan dibuldozer paksa. Sumarno pun mendukung, karena sebagai pemilik kaplingan, dirinya juga dirugikan atas ulah maksiat Muji.
“Karena warga sempat minta, kalau nekat nggak mau berhenti, jalan ke kaplingan akan ditutup. Kan kasihan warga yang lain, gara-gara satu orang harus merugikan banyak orang. Akhirnya dia tadi kami tegaskan, kalau nggak mau berhenti, rumahnya akan saya datangkan buldozer dan dibongkar. Karena dia juga bukan pemilik, wong belum akad kredit dan itu masih hak penuh saya,” tandas Sumarno.
Camat Kalijambe Rusmanto dan Kapolsek Kalijambe AKP Aji, sampai berita ini diturunkan belum bisa dihubungi/dikonfirmasi.***